Free Porn
xbporn
Senin, 23 Juni 2025
spot_img
spot_img
BerandaProPASLapas Kuningan Kelas IIA Panen Jamur Tiram Bernilai Berkah

Lapas Kuningan Kelas IIA Panen Jamur Tiram Bernilai Berkah

Salah satu tanaman budidaya yang kian digemari dan memiliki potensi ekonomi dan konsumsi yang cukup tinggi adalah jamur. Ya, jamur memang menjadi primadona karena memiliki banyak keunggulan ketimbang jenis tanaman budidaya lainnya. Mulai dari bahan baku murah dan mudah didapat, membutuhkan lahan yang tidak terlalu luas dan yang terpenting tidak mengenal musim. Artinya, jamur dapat dibudidayakan dan dipanen kapan saja saat sudah siap.  

Sederet keunggulan tersebut ternyata sesuai dan diaplikasikan secara nyata lewat budidaya jamur tiram oleh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kuningan. Lapas Kuningan awalnya bekerjasama dengan UPTD Pelayanan Pengolahan Hasil Hutan Cirebon Jawa Barat. Kerja sama tersebut berupa pelatihan budidaya jamur tiram yang dilakukan sejak Januari 2020. 

Kepala Seksi Kegiatan Kerja Lapas Kelas IIA Kuningan, Erfin Kurniawan menjelaskan budidaya jamur tiram merupakan salah satu bentuk kepedulian lapas terhadap pengembangan diri para WBP. Tidak hanya memotivasi dan memfasilitasi, Lapas Kelas II A Kuningan bahkan mengusahakan budidaya tersebut berlangsung secara reguler, termasuk soal pembiayaannya. 

“Kalapas tentunya sangat mendukung kegiatan ini. Kami juga mengajukan kegitan pelatihan dan pengembangan budidaya jamur hitam ini dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), dan telah terealisasi di 2021,” ujar Erfin. 

Rangkaian pelatihan tersebut meliputi pembuatan rak dan media tanam, pembuatan dan penanaman bibit, proses pemeliharaan jamur sampai pengelolaan hasil panen. Sebanyak lima orang WBP tercatat aktif mengikuti pelatihan tersebut dan telah berhasil memanen jamur tiram yang dilabeli nama “Jamilah”  untuk dipasarkan secara komersil. 

“Menurut pelanggan, kualitas jamur Lapas Kuningan lebih baik. Terutama dari segi tekstur cenderung lebih kenyal dan tak mudah patah. Kami beri nama Jamilah (Jamur Tiram InsyaAllah Berkah) dengan harapan produk akan membawa berkah bagi narapidana itu sendiri maupun untuk kemajuan Lapas Kelas IIA Kuningan,” papar Erfin .

Untuk budidaya jamur tiram ini, Erfin melanjutkan dibutuhkan bahan-bahan berupa : serbuk kayu, dedak, kapur, dan bibit jamur tiram. Pada tahap pertama, dilakukan pembuatan bahan media tanam. Pada tahap ini, salah satu hal terpenting yaitu harus dilakukannya proses pengayakan serbuk kayu dengan tujuan untuk memisahkan sampah kulit kayu dan potongan kulit kayu yang tidak berguna atau dapat menyebabkan kontaminasi. 

Kemudian, semua bahan (serbuk kayu yang telah diayak, dedak, dan kapur) dicampurkan sambil diaduk rata. Sambil diaduk, tambahkan air bersih hingga mencapai kadar air 60-65%. Kadar pada persentase yang akurat seseuai takaran ditandai bila campuran digumpalkan tidak pecah.

Setelah dicampurkan, bahan-bahan tersebut bisa dikomposkan selama 1, 3, 7 hari, dan selanjutnya dimasukkan pada baglog sebagai media tanam bibit jamur tiram. Setelah baglog siap, selanjutnya dilakukan proses sterilisasi dengan cara mengukus media tanam jamur tiram tersebut. Proses ini memanfaatkan panas dari uap air yang mempunyai suhu sekitar 70 derajat celcius dalam waktu 5-8 jam. Langkah terakhir yaitu Inokulasi (Pemberian Bibit) dan pemeliharaan berkala baglog yang telah diberi bibit pada rak kayu di ruang kegiatan jamur tiram Lapas Kuningan.

“Lama proses pengerjaan pembuatan baglog (media tanam) hingga pemberian bibit selama 3 hari. Selanjutnya pemeliharaan bibit jamur tiram pada baglog hingga panen selama 1 bulan,” imbuh Erfin. 

Budidaya jamur tiram merupakan salah satu bentuk kepedulian lapas terhadap pengembangan diri para Warga Binaan Pemasyarakatan.

Adapun biaya produksi yang dibutuhkan adalah Rp 2 juta dengan kapasitas produksi 2000 bibit jamur tiram. Satu tanaman jamur tiram tersebut mampu bertahan hingga enam bulan untuk dipanen tiap hari dengan rata-rata hasil panen 3-5 kg per harinya. Sejauh ini, dari hasil budidaya Jamilah, Lapas Kuningan Kelas II A memasarkan dengan bandrol harga Rp 10 ribu per kg. 

Untuk omset kotor, Lapas Kuningan Kelas II A hingga mengumpulkan hingga Rp2 juta. Sedangkan untuk omzet bersih dalam 1 bulan setelah dipotong premi warga binaan, PNBP, dan pembelian bahan pembuatan jamur tiram sebesar Rp 900 ribu. 

 “Kami memasarkan Jamilah ke beberapa channel. Pemasarannya dengan turun langsung ke konsumen baik itu pembeli di dalam lapas (pegawai) maupun di luar lapas (mitra). Dari sisi promosi kami melakukannya dari mulut ke mulut serta dengan mengikuti Pameran Pekan Raya Kuningan baik untuk produk jamur tiram maupun produk olahan jamur krispi,” papar Erfin. 

Selain itu, Lapas Kuningan Kelas II A juga kini secara resmi menggandeng CV. Bina Wanti Kuningan untuk pemasaran produk yang akan diolah menjadi masakan pada Cafe Foodpedia ‘Prodeo’ Kuningan. 

Meski besarnya demand dan omset yang dihasilkan produk Jamilah, namun bukan berarti budidaya ini minim kendala. Salah satu tantangan yang kerap ditemui Erfin dan para WBP adalah kandungan zat ekstraktif pada serbuk kayu dan minyak (oli) yang berasal dari industri penggergaian. Hal ini kerap kali mejadi pemicu kegagalan panen jamur karena pada saat pencampuran bahan media tanam jamur terkontaminasi zat kimia yang berasal dari serbuk kayu tersebut. 

Lewat budidaya Jamilah ini, Erfin berharap kelak dapat menjadi modal yang berarti bagi para WBP saat kembali ke masyarakat luas kelak. 

“Melalui budidaya jamur tiram ini diharap menjadi bekal para narapidana supaya dapat mendirikan usaha seusai menjalani hukuman. Secara biaya juga tidak memerlukan biaya yang terlalu banyak serta dapat memanfaatkan ruangan di rumah yang bisa digunakan untuk menanam,” tandasnya. (Ali)

spot_img
- Advertisment -spot_img

TERPOPULER

KOMENTAR TERBARU