Bagi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly, integritas merupakan kejujuran dan kemampuan mempertahankan prinsip-prinsip hidup. Meski tidak mudah, integritas bukan hal yang muskil tercipta dalam diri seseorang. Kuncinya adalah komitmen, konsisten dan takut akan Tuhan.
Yasonna terbilang bukan orang baru di pemerintahan, khususnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Pria kelahiran Sorkam, 27 Mei 1953 ini tercatat sudah dua periode menjabat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yakni pada Kabinet Kerja (2014-2019) dan Kabinet Maju (2019-kini). Sebelumnya Yasonna sempat menjadi anggota Komisi III DPR RI (2005-2009) dan anggota Komisi II DPR RI (2009-2014) mewakili PDI Perjuangan Wilayah Sumatera Utara.
Tidak banyak yang tahu, bahwa karir Yasonna sebenarnya berawal dari menjadi pengacara serta dosen di Universitas HKBP Nommensen (1998-1999). Meski demikian ia terbilang aktif berorganisasi sejak di bangku kuliah yakni mengikuti BPC GMKI Medan (1976) hingga didapuk menjadi Ketua Umum Kesatuan Mahasiswa Nias (KMN). Sementara kiprahnya di Partai PDI Perjuangan dirintis sejak 2002 sebagai Badiklatda PDI-P Sumut dan Wakil Ketua DPD PDI-P Sumut (2000-2008).
Kegigihan Yasonna dalam menekuni panggilan hidupnya, berkarya di lembaga pemerintahan tidak lepas dari pengaruh kedua orangtuanya dan pengalaman hidup di masa kecilnya. Yasonna lahir dari keluarga yang sederhana. Sang ayah berlatarbelakang polisi dengan pangkat terakhir mayor. Lalu menjadi anggota DPRD Kota Sibolga dan anggota DPRD Tapanuli Tengah dari Fraksi ABRI.
“Di Sibolga, awalnya kami tinggal di sebuah rumah kontrakan, tetapi kemudian sekitar tahun 1960-an, kami diperkenankan untuk tinggal di Asrama Polisi Sambas Sibolga. Tak lama kemudian orangtua akhirnya mampu membangun rumah sendiri,” kenang Yasonna.

Menariknya, sosok sang ayah yang polisi sekaligus merupakan tokoh masyarakat Nias di Sibolga dan Tapanuli Tengah, menyebabkan banyak orang datang dengan berbagai keperluan. Baik untuk sekedar bersilahturahmi ataupun meminta bantuan. Di sini, sang Ibu sangat berperan dalam menjamu para tamu sekaligus memastikan bahan pangan yang dimilikinya tetap cukup untuk mereka sekeluarga. Terkadang, Yasonna menambahkan, ayahnya berusaha mencari tambahan uang dengan berdagang minyak goreng.
“Saya naik sepeda bersama ayah, sambil menenteng kaleng minyak yang sudah kosong untuk dikirim lagi dengan menggunakan kapal. Saya merasakan benar kerja keras orangtua demi mencari tambahan uang. Kami sudah pernah makan nasi campur jagung untuk menghemat uang,” ujar Yasonna.
Siapa sangka, pengalaman-pengalaman tersebut sangat membekas dalam benak Yasonna hingga ia tumbuh dewasa. Perjuangan kedua orangtua bagi keluarga namun tetap memperhatikan dan berusaha menolong orang banyak yang membutuhkan bantuan sangat menginspirasinya dan menumbuhkan nilai-nilai dalam dirinya. Kejujuran, kerja keras menjadi cikal bakal yang membentuk integritas dalam diri Yasonna hingga kini.
“Integritas adalah kualitas dalam diri seseorang untuk selalu berusaha jujur dan tidak kompromi pada nilai-nilai prinsip hidupnya. Ini berlaku sehari-hari baik itu kepada keluarga, pekerjaan dan masyarakat,” ujarnya.
Mengutip perkataan seorang investor, Warren Buffet, Yasonna menjelaskan, ada tiga hal penting dalam diri seseorang yaitu Intelegent (Kecerdasan), Energi dan Integritas. Namun peraih gelar Doktor dari North Carolina University ini memastikan, nilai Integritas berada di poin terpenting utama ketimbang kecerdasan dan energi.
“Kalau tidak ada integritas, kita tidak perlu lagi persoalkan soal kecerdasan dan energi. Seseorang yang memiliki kecerdasan dan energi tapi tidak memiliki integritas itu daya rusaknya tinggi. Jadi, integritas itu menjadi modal yang sangat kuat sebagai prinsip moral dan prinsip kita beretika dalam kehidupan kita sehari-hari,” ungkapnya.
Meski demikian, Yasonna meyakini menanamkan integritas sebagai karakter dalam diri seseorang tidak semudah membalik telapak tangan. Diperlukan proses panjang yang panjang, komitmen dan konsistensi untuk tetap berpegang pada prinsip yang diemban walaupun seringkali banyak godaan. Godaan disini, menurut Yasonna tentunya terkait seberapa besar jabatan dan pengaruh yang kita miliki. Semakin besar power yang ada pada diri kita, maka semakin besar pula ujian yang akan datang menghampiri.

Seperti halnya yang ia alami saat baru menjabat sebagai Pimpinan Badan Anggaran DPR-RI. Posisi tersebut disadarinya sangat diinginkan banyak orang dan memiliki godaan yang besar. Beruntung sebagai seorang yang beragama, Yasonna berupaya berpegang teguh pada nilai-nilai agama yang menguatkannya untuk tetap berada di track yang semestinya. Selain itu, dukungan baik keluarga dan rekan-rekan pun selalu menjadi pengingat bagi Yasonna.
“Kala itu salah seorang kerabat saya langsung memberi selamat dan berpesan (menggunakan ayat kitab suci) bahwa jabatan itu penuh onak dan duri. Kalau kita salah melakukan pekerjaan, semuanya bisa berantakan. Akan tetapi kalau kita bekerja sesuai integritas, maka dari hasil yang kita kerjakan orang lain pun akan mengetahui karakter kita,” paparnya.
Tidak hanya pada dirinya sendiri, Yasonna pun mengajak jajaran Kemenhumkam untuk menanamkan integritas dalam diri mereka masing-masing sebagai bentuk tanggung jawab kepada diri sendiri, masyarakat dan Tuhan. Salah satu bentuk nyatanya adalah penerimaan CPNS Kemenkumham yang bebas pungli karena menggunakan sistem seleksi ketat.
“Saya katakan kepada tim saya, kita harus buat satu proses seleksi yang betul-betul objektif, transparan agar kualifikasinya tidak akan diragukan orang lain. Buat sedemikian rupa sehingga semua bisa dilakukan dengan sistem digital yang baik. Tidak mudah memang, karena integritas tidak bisa kita lakukan dengan sekejap saja. Oleh karena itu diperlukan konsistensi, bagaimana kita berkomiten untuk terus melakukannya setiap hari agar menjelma menjadi karakter pribadi kita,” tandasnya. (Angelina)