PERJALANAN karier Emilia Rohmawati Asyarifah tidaklah semanis hasil akhir yang ia petik hari ini.
Perempuan kelahiran Klaten, 24 November 1996 ini merupakan representasi dari asa yang tidak pernah surut, sekalipun terus dihujani berbagai rintangan hingga musibah di sepanjang jalan prosesnya.
Emilia merupakan anak bungsu dari dua bersaudara, yang memiliki cita-cita menjadi kebanggaan kedua orang tuanya maupun diri pribadi. Atas pupuk citanya tersebut lah berhasil menuntun Emilia menuju tangga kesuksesan secara satu per satu.
Emilia sendiri adalah lulusan terbaik Politeknik Pemasyarakatan (Poltekip) Program Studi Manajemen Pemasyarakatan Angkatan-53 Tahun 2023. Di mana kini dirinya tengah melanjutkan karier cemerlangnya sebagai JFT Pembina Keamanan Pemasyarakatan di Rutan (Rumah Tahanan) Kelas IIA Yogyakarta.
Namun tentu saja, kebanggaan atas keberhasilannya saat ini tentu saja harus Emilia bayar secara mahar dan sungguh-sungguh di masa-masa sebelumnya.
“Setiap perjuangan tentu ada tantangan. Banyak tantangan yang saya hadapi selama mendaftar maupun menjalani pendidikan,” ucap Emilia.
Ia mengatakan, bahwa dirinya harus melakukan perjalanan berulang dari Depok-Jogja demi bisa menjalankan pendidikannya. Mengingat selain menjadi seorang taruna Poltekip, dirinya juga sempat berkuliah di salah satu universitas Yogyakarta.
“Selama proses pendaftaran dan seleksi saya harus membagi waktu untuk berlatih, berangkat seleksi, juga kuliah semester 6 termasuk praktikumnya yang tidak dapat ditinggalkan. Sehingga setiap tahapan seleksi di Depok, saya tempuh dari Yogyakarta pulang-pergi agar tetap dapat mengikuti perkuliahan,” tuturnya.
Emilia juga menyebut bahwa ketatnya peraturan yang berlaku di Poltekip mendorong dirinya untuk konsisten berjuang.
“Alhamdulillah diterima di poltekip, tetapi saya harus meninggalkan pendidikan sebelumnya yang telah ditempuh selama 3 tahun,” lanjutnya.
Tahun pertama, tahun kedua pendidikan berhasil Emilia lewati dengan penuh konsistensi dan kegigihan. Hingga pada tahun ketiga dirinya secara terpaksa harus didewasakan oleh duka mendalam.
Di mana saat itu, sosok ayah tercintanya berpulang lebih dulu sebelum melihat Emilia lulus sebagai taruni poltekip. Kesedihan yang ia rasakan saat itu bahkan sempat membuat semangat Emilia goyah.
“Pada tahun ke-3 menjalani pendidikan, ayah saya sosok yang paling ingin melihat saya lulus dari Poltekip meninggal dunia. Tentu hal tersebut sempat membuat saya tidak semangat untuk menjalani pendidikan. Akan tetapi, hidup harus terus berlanjut dan perjuangan tetap terus dilakukan,” ungkap Emilia.
Terlepas dari konsistensi dan kegigihan yang selalu diterapkan. Emilia juga tidak pernah luput melafalkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar mampu mencapai cita yang telah ia tanam sedari jauh hari.
Ketiga hal tersebut pun tetap dirinya implementasikan ketika berdinas. Integritas juga tidak luput dari dirinya, saat menjalankan tugas dari atasan maupun pimpinan.
Emilia sadar bahwa dunia memang masih menempanya, namun ia memahami bahwa di balik itu semua terdapat dukungan orang tua hingga campur tangan Tuhan yang senantiasa mendampingi proses hidupnya. Atas alasan tersebut lah Emilia masih teguh hingga saat ini dalam mengabdi untuk negeri.
“Pencapaian ini tidak akan bisa saya raih tanpa adanya dukungan dari pihak lain, terutama orang tua dan juga teman-teman seperjuangan yang telah berjuang bersama selama 4 tahun sedari calon taruna hingga lulus. Selain itu, terdapat campur tangan dari Allah yang memberikan saya kesempatan dan rezeki untuk dapat menjadi lulusan terbaik,” terang Emilia.
Emilia mengungkapkan, bahwa harapan dan targetnya saat ini adalah konsisten dalam memberikan yang terbaik selama berkarier.
“Yang terpenting adalah selalu memberi manfaat dan berikan yang terbaik bagi organisasi, maka karir akan mengikuti,” pungkasnya. (Faj)