Dalam menciptakan sebuah produk yang berkualitas dan bernilai ekonomis, tentunya diperlukan standar tertentu yang diterapkan pada proses produksi maupun hasil akhirnya. Untuk mencapai produk yang sesuai dengan standar tersebut tentunya bukanlah perkara mudah. Apalagi bila sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki terbilang belum memiliki keterampilan dasar yang sesuai.
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kupang, Kantor Wilayah Nusa Tenggara Timur menyadari hal tersebut dalam pembinaan para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Oleh sebab itu, Kepala Seksi Kegiatan Kerja, Lapas Kelas II A Kupang Kanwil NTT, Joseph Letelay menggandeng lembaga yang kompeten untuk memberikan edukasi kepada para WBP-nya. Yakni, Balai Latihan Kerja (BLK) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menaungi segala pembinaan dan pengembangan para WBP di Lapas Kelas II A Kupang.
Proses pelatihan dilakukan oleh tenaga ahli/instruktur dari Balai Latihan Kerja (BLK) Provinsi Nusa Tenggara Timur, hasil kerja sama antara Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kupang dengan Dinas Koperasi Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur.
“Berkat kerja sama tersebut, para narapidana menjadi lebih profesional dan memiliki sertifikat. Selain itu, bahan dan cara pengerjaan dilakukan dengan proses yang benar-benar berbeda dibandingkan dengan pasaran pada umumnya. Alhasil kualitas dari masing-masing hasil produksi pun lebih terjaga,” ujarnya.
Menurut Joseph, sejauh ini produk unggulan hasil karya WBP Lapas Kelas II A Kupang meliputi batako, pertanian (budidaya jagung besi 18), pupuk organik, meubeler dan finishing serta pengelasan. Total sebanyak 42 orang WBP yang terlibat dalam program pembinaan Lapas Kelas II A Kupang.
Masing-masingnya ditempatkan sesuai minat dan keahlian masing-masing yakni pengerjaan batako 8 orang, pertanian 14 orang, pembuatan pupuk organik 2 orang, meubeler & finishing 14 orang serta jasa pengelasan sebanyak 4 orang.
Adanya kerja sama dan pelatihan dari lembaga kompeten diakuinya secara nyata terlihat dari kualitas produk yang dihasilkan. Misalnya hasil akhir produk dari batako sangat halus dan presisi. Panenan jagung dan pupuk organik lebih berkualitas serta meubeler sangat rapi. Sementara untuk jasa pengelasan pun lebih kokoh.
Joseph menjelaskan, untuk setiap pembuatan batako dibutuhkan bahan baku berupa semen, tanah putih (sertu) dan air. Proses pembuatan batako meliputi pencampuran semen dengan tanah putih dan air yang diaduk kemudian dimasukan kedalam mesin press batako.
Waktu yang diperlukan untuk adukan 1:8 (1 sak semen : 8 ember tanah putih) selama 20 Menit mulai dari proses pengadukan campuran sampai dengan pengerjaan press dengan estimasi biaya yang dibutuhkan Rp70.500 dan menghasilkan 70 batako .
“Sementara untuk harga Jual 1 buah batako yang dipasarkan adalah Rp2.400. Dalam sebulan batako bisa laku sebanyak 1.000 buah sehingga omsetnya Rp2.400.000,” imbuh Joseph.
Produk kedua adalah bibit jagung besi 18. Proses pembuatan bibit ini diawali penanaman jagung di lahan seluas delapan hektar yang sudah dibersihkan dan digemburkan. Jagung kemudian diberikan obat khusus tanaman serta pupuk organik sebelum akhirnya siap dipanen untuk bibit. Untuk satu kali panennya per kapasitas 5 ton, omset yang bisa diperoleh adalah Rp15 juta dengan harga jual per kilogram Rp3.000.
Masih dalam industri pertanian, produk ketiga yang dihasilkan adalah pupuk organik. Bahan-bahan yang diperlukan berupa tanah liat, sampah organik (daun, sisa sayuran), kotoran sapi, sekam padi, dan gula air. Untuk proses pembuatannya cukup sederhana yakni sampah organik dihancurkan menggunakan mesin mol, selanjutnya dicampur dengan tanah liat, kotoran padi dan gula air dan didiamkan selama 2 minggu. Biaya produksi yang dibutuhkan untuk satu kilogram pupuk organik adala Rp10.000. Omset yang dihasilkan dengan harga jual Rp15.000 per kilogram adalah Rp1.500.000.
Kemudian produk ke empat yakni, meubeler dan finishing. Untuk meubeler & finishing bahan yang diperlukan adalah kayu (jati, meranti, mahoni, gamalin), paku, kertas pasir, imprah, dempul kayu, melamin serta vernis. Rangkaian pengerjaan mulai dari perencanaan, perhitungan sempai finishing untuk 4 kursi dan 1 meja memakan waktu 2 minggu dengan biaya produksi Rp2.000.000 dan harga jual yang dipasarkan Rp3.500.000. Dalam satu bulan laku rata-rata terjual 1 set meja makan sehingga omset yang didapat adalah Rp3.500.000.
Produk kelima adalah pengelasan yang memerlukan bahan baku berupa besi holo Kotak 4×2, 4×4, kawat las dan cat. Tahapan pengerjaan dimulai dari perencanaan gambar kerja, perhitungan bahan dan pengerjaan rangka dan finishing menggunakan cat sesuai pesanan costumer.
Dalam sebulan produk pengelasan yang biasa laku terjual adalah dudukan pot bunga sesuai pesanan dari pelanggan dengan harga Rp250.000 serta pintu pagar yang dijual Rp1.250.000.
Pemasaran
Lapas Kelas II A Kupang juga gencar melakukan komunikasi dan pemasaran hasil karya WBP melalui jalur offline dan online. Offline berupa rutin mengikuti aneka pameran setingkat kabupaten, provinsi serta nasional. Sementara dari sisi oline, secara berkala dirinya dan tim Balai Latihan Kerja Provinsi NTT memasarkan melalui media sosial agar lebih dikenal masyarakat.
Joseph menambahkan, yang tidak kalah penting adalah pengaplikasian di dunia nyata selepas menjalani masa tahanan di Lapas. Saat ini Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kupang telah bekerjasama dengan Dinas Sosial Provinsi Nusa Tenggara Timur tentang pemberdayaan Mantan Narapidana.
“Apabila mereka kekurangan modal maka bisa membuka diri dan melaporkan permasalahan yang dihadapinya ke Dinas Sosial Provinsi Nusa Tenggara Timur,” pungkas Joseph. (Angelina)