Jakarta-Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, menyampaikan bahwa Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura awal babak baru penegakan hukum Indonesia. Salah satu pengarah dalam Satgas BLBI pun yakin, penegak hukum manfaatkan perjanjian Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura.
Menkumham Yasonna mengungkapkan, supaya penegak hukum mengejar obligor dan debitur yang mengalihkan aset jaminan BLBI.
Dalam perkembangannya, Pemerintah Indonesia berupaya memulihkan kerugian negara akibat BLBI. Yakni melakukan eksekusi aset yang menjadi jaminan. Namun, proses eksekusi tersebut mengalami hambatan.
“Sebab banyaknya aset yang mengalami peralihan kepemilikan,” ungkapnya, Rabu (2/2/2022).
Oleh karena itu, masa retroaktif selama 18 tahun ini sudah dapat memfasilitasi kebutuhan untuk menjerat mereka.
“Pemerintah tentunya memiliki berbagai pertimbangan dan telah melakukan inventarisasi kepentingan dalam melakukan negosiasi untuk mengubah masa retroaktif menjadi 18 tahun,” ungkap Yasonna Laoly terkait penegak hukum manfaatkan perjanjian Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura.
Ia menuturkan juga, fakta bahwa Singapura merupakan negara yang cukup selektif membentuk perjanjian bilateral terkait ekstradisi.
Walaupun Indonesia dan Singapura, sama-sama merupakan anggota dari beberapa konvensi internasional. Akan tetapi, selama ini ekstradisi tak berjalan lantaran syarat utama ekstradisi dalam hukum nasional Singapura.
“Adalah adanya perjanjian bilateral,” tutur menteri kelahiran Sorkam Tapanuli Tengah ini.
Tak ayal, usai penandatanganan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022). Pemerintah Indonesia terus berkomunikasi dengan DPR, agar proses ratifikasi Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura segera rampung.
Guru Besar Ilmu Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut meneruskan, bahwa selama ini upaya memulangkan pelaku tindak pidana yang melarikan diri ke Singapura maupun transit di Singapura. Kandas karena tidak adanya perjanjian bilateral.
“Ini perlu memahaminya,” ungkapnya tegas. Agar publik mengetahui pentingnya proses ratifikasi Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura segera rampung. (Martin dan Rio)