Istilah Rumah Detensi Imigrasi atau Rudenim belum akrab bagi sebagian besar awam. Akibat diinsformasi, Rudenim seringkali dianggap sebagai bagian dari Kantor Imigrasi (Kanim). Padahal faktanya, Rudenim merupakan Unit Pelaksana Teknis yang dikepalai oleh pejabat negara setingkat Eselon IIIb dan Rudenim Pusat setingkat Eselon IIb. Rudenim menjalankan fungsi keimigrasian sebagai tempat penampungan sementara bagi orang asing yang melanggar Undang-Undang (UU) Imigrasi. Sementara bagi orang asing yang berdiam di Rudenim disebut dengan deteni.
Hal serupa dialami Mas Arie Yuliansa Dwi Putra, Kepala (Ka) Rudenim Tanjung Pinang. Menurutnya Rumah Detensi Imigrasi memang masih asing bagi beberapa orang. Hal ini diakuinya menjadi kendala tersendiri saat melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait. Meski demikian, pria kelahiran Pontianak 16 Juli 1980 silam ini enggan berputus asa. Disinformasi tersebut justru menjadi tantangan bagi dirinya dalam menjalankan tugas.
“Kami berupaya melakukan pendekatan secara persuasif dan komunikatif dengan adanya sosialisasi dan pemahaman kepada stakeholder yang belum mengerti tentang UPT Rumah Detensi Imigrasi Pusat,” terang Mas Arie.
Upaya tersebut dilakukan secara konsisten sejak menempati jabatan Kepala Rudenim Tanjung Pinang. Sebelumnya, Mas Arie sudah meniti karir yang panjang di dunia keimigrasian. Setelah lulus dari program Strata 1 (S1) Ilmu Hukum Universitas Ngurah Rai, Bali dan Magister Ilmu Hukum di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, dirinya langsung bertugas sebagai pejabat imigrasi di Direktorat Jenderal (Dirjen) Imigrasi, Kanim Kelas II Sangau, Kanim Kelas I Khusus Ngurah Rai dan Kanim Kelas II Kuala Tungkal.
Selain itu Mas Arie juga pernah menjabat sebagai Kepala Subseksi Informasi di Kanim Kelas II Cirebon, Kepala Seksi Penindakan Keimigrasian di Kanim Kelas I Khusus Soekarno Hatta, Kepala Subbidang Izin Tinggal dan Status Keimigrasian di Kantor Wilayah Kemeneterian Hukum dan HAM (Kemenhumkam) Kepulaua Riau, Kepala Kanim Kelas II Tanjung Balai Karimun, Kepala Kanim Kelas I TPI Pangkal Pinang serta Kepala Kanim Kelas I Khusus Batam hingga akhirnya kini bertanggung jawab sebagai Kepala Rudenim Tanjung Pinang.
Belasan tahun mengabdi bagi Negara tentunya membuahkan hasil yang membanggakan bagi Mas Arie. Sederet penghargaan telah ia raih yakni : Penyidik WNI pertama dari Dirjen Imigrasi (2013), Penyidik terbaik dari Dirjen imigrasi (2014), Penghargaan Karya Dhika Madya Penggagas Pelayanan Anjungan Paspor Mandiri dari Kemenkumham, pada Kanim Tanjung Balai Karimun (2017), Penghargaan dari Kemenpan RB atas pembangunan ZI pada Kantor Imigrasi Kelas 1 Pangkal Pinang (2019) dan Penghargaan Karya Dhika Madya atas keberhasilan pembangunan ZI oleh Kemenkumham pada Kantor Imigrasi Kelas 1 TPI Pangkalpinang (2019) serta Penghargaan Satya Lencana Wira Karya pada tahun 2019 oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo atas jasa dan dedikasi yang diberikan kepada Negara Republik Indonesian saat bertugas sebagai Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Tanjung Balai Karimun.
Khusus untuk Satya Lencana Wira Karya, Mas Arie merupakan satu dari 5 orang di Indonesia yang mendapat penghargaan membanggakan ini dari orang nomor satu di Indonesia. Menariknya, sebelum menggeluti profesinya sebagai abdi negara di Direktorat Jenderal Imigrasi, Mas Arie ternyata pernah bercita-cita menjadi seorang pilot. Namun keinginannya berubah haluan saat melihat sang kakak.
“Pilot karena bsia mengendalikan pesawat dengan taruhan nyawa dan membawa ratusan harapan didalamnya untuk mendarat dengan selamat sampai tujuan. Tetapi, berjalannya waktu membuat cita-cita tersebut digantikan dengan adanya motivasi melihat Abang saya, Mas Budi Priyatno, alumni Pendidikan Teknis Keimigrasian angkatan 8. Beliau terlihat gagah dengan banyak embel-embel tergantung di pakaian dinasnya merepresentasikan jati diri sebagai penjaga pintu gerbang Negara,” papar Mas Arie.
Dari ketertarikan tersebut dirinya akhirnya mengabdikan diri di bidang keimigrasian hingga ke jabatannya saat ini. Sehari-harinya Mas Arie bertanggung jawab melakukan koordinasi dengan stakeholder secara berkesinambungan guna membentuk collaborative strategy dalam pencapaian target kinerja Rumah Detensi Imigrasi Pusat. Selain itu, dirinya juga menekankan program terkait pencanangan dan pembangunan zona intergritas untuk mendapatkan predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).

Dalam menjalani serangkaian tugasnya tersebut, Mas Arie tentunya melakukan interaksi langsung dengan para Warga Negara Asing (WNA). Namun di tengah pademi Covid-19 ini, dirinya melakukan penyesuaian dan optimalisasi teknologi dalam hal komunikasi dan layanan.
“Interaksi dengan pegawai tentunya berkurang karena tidak boleh ada kerumunan.Kami memanfaatkan teknologi yang ada seperti zoom maupun grub WhatssApp untuk berkomunikasi satu sama lain. Kondisi pandemi ini juga mempengaruhi capain kinerja Rudenim Pusat karena penerbangan internasional belum terbuka ke negara asal Deteni,” ujar Mas Arie.
Konsekuensinya, ia melanjutkan, Rudenim Pusat harus meng-update informasi secara berkala mengenai Keimigrasian maupun protokol Kesehatan yang diimplementasikan oleh negara asal Deteni.Selain itu Rudenim juga harus memperbaharui data mengenai persyaratan maskapai untuk terbang ke negara tujuan baik langsung maupun transit ke negara lain terlebih dahulu.
Transisi tersebut bukanlah hal yang mudah namun beruntungnya Mas Arie mendapat dukungan penuh dari keluarga tercinta dalam pengabdiannya. Sang istri, Anadya Maully Laura seorang dokter umum rela mendampingi suaminya dimanapun suaminya bertugas. Ditambah lagi ketiga putranya Mas Aryatha Khayriazka, Mas Jiro Faiqarasyid, dan Mas Gavril Mauzashankara juga selalu ikut serta dan berpindah-pindah sekolah menyesuaikan tempat tugas ayahnya. Oleh sebab itu, Mas Arie pun berupaya keras menyeimbangkan waktu antara keluarga dan profesinya.
“Saya paham betul dengan pemanfaatan teknologi informasi sebagai jembatan hubung antara keluarga dan pekerjaan sehingga pembagian waktu antara keluarga dan pekerjaan dapat diatur dengan baik. Misal, melalu video call yang disediakan oleh aplikasi WhatsApp dimanfaatkan untuk mendapatkan semangat kembali jika menemui kepenatan dalam bekerja seperti halnya telpon seluler yang di charge kembali,” tandas penggemar film action dan horror ini. (Angelina)