Jakarta-Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas), Reynhard Silitonga membuka tiga kegiatan penguatan kompetensi petugas sekaligus, Rabu (8/3/2023).
Ketiga kegiatan tersebut adalah pengelolaan konflik dan latihan kecakapan manajemen hidup bagi petugas Pemasyarakatan, asesmen risiko residivisme Indonesia dan asesmen kebutuhan kriminogenik bagi petugas penelaah status Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)/Rumah Tahanan Negara (Rutan), serta penyusunan pedoman pelaksanaan Sarana Asimilasi dan Edukasi (SAE).
Ketiga pelatihan ini melibatkan ribuan petugas Pemasyarakatan dari ratusan Lapas, Rutan, Balai Pemasyarakatan, dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Indonesia. Selain itu, ada juga mitra kerja Pemasyarakatan, seperti Indonesia Biru Lestari (WAIBI), Second Chance Foundation, dan United Nation on Drugs and Crime (UNODC).
Di sela sambutannya, Reynhard mengungkapkan bahwa petugas dituntut untuk bisa menjadi role model sosial yang mampu memahami hubungan antara petugas dan narapidana.
“Setiap petugas dan narapidana harus dapat menghadapi konflik dan menyelesaikannya dengan cara-cara konstruktif sehingga akan terjalin kerja sama yang baik dalam mewujudkan pengelolaan Lapas yang baik, aman, dan tertib,” ujarnya dilansir dari laman ditjenpas.go.id.
Petugas, khususnya Penelaah Status Warga Binaan, menurutnya butuh kecakapan menyesuaikan pembinaan yang akan diberikan dengan kebutuhan dan faktor kriminogen yang ada pada diri masing-masing WBP. Hal ini juga sebagai alat ukur dalam pemberian hak bersyarat bagi Warga Binaan.
Tidak kalah penting, penyusunan buku pedoman pelaksanaan SAE pada Lapas se-Indonesia juga efektif agar kegiatan kerja di Lapas terlaksana dengan terencana, terpadu, dan terarah sesuai target dan tujuan pembinaan kemandirian. Program SAE telah dilaksanakan oleh 200 Lapas di seluruh Indonesia.
“Melalui program SAE, Warga Binaan dapat mengimplementasikan kemampuan dan keahlian yang telah mereka pelajari di Lapas saat berinteraksi dengan masyarakat,” tandas Reynhard. (Ina)