Jakarta-Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menggelar diskusi Pembentukan Agen dan Informasi dan Publikasi Pemasyarakatan, yang diikuti jajaran Unit Pelaksana Teknis Ditjen Pemasyarakatan bersama perwakilan media, di Hotel Grand Mercure Kemayoran, pada Rabu (19/5/2021).
Narasumber dalam diskusi di antaranya Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Pemasyarakatan Heni Yuwono, Wakil Pemimpin Redaksi Inews Latief Siregar, dan Kriminolog Leopold Sudaryono.
Seditjen Pemasyarakatan, Heni Yuwono berkisah, selama bekerja sebagai PNS Kemenkumham akan bersinergi dengan sejumlah stakeholder organisasi profesi wartawan.
Semisal bersinergi dengan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Aceh saat menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh pada 2020. Kemudian bersinergi dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Kupang pada 2011.
“Saya bersinergi dengan PWI Aceh karena ditemukan di lapangan beberapa UPT masih tertutup memberikan informasi kepada media,” ungkap Sesditjen Pemasyarakatan, Heni Yuwono saat diskusi.
“Kemudian saat di Kupang bersama AJI Kupang menggelar pelatihan jurnalistik untuk penghuni Lapas Anak yang dikemas dalam bentuk kursus selama 3 bulan. Kemudian diterbitkan sebuah buku,” tambahnya lagi.
Heni Yuwono mengungkapkan, bahwa jajaran Ditjen Pemasyarakatan memerlukan bersinergi dengan media. Sebab masyarakat masih mengonsumsi kabar institusi pemerintah dari pemberitaan media. Semisal kabar kondisi lembaga pemasyarakatan di pusat maupun wilayah.
“Pembentukan agen informasi dan publikasi pemasyarakatan, langkah Ditjen Pemasyarakatan terbuka menerima masukan kritikan. Juga supaya masyarakat mengetahui ternyata banyak hal positif sudah dilakukan UPT pusat maupun wilayah pemasyarakatan,” ujarnya.
Dalam diskusi, Latief Siregar menyebut Ditjen Pemasyarakatan sah-sah saja untuk berkolaborasi dengan media. Tetapi tidak bisa hanya menampilkan berita positif saja. Ditjen Pemasyarakatan harus menerima kritik dari media. Sebab masyarakat akan memilah informasi dibacanya dari media.
“Ada nilai berita dalam media. Masyarakat akan membaca berita memiliki nilai berita,” jelasnya.
“Dan terkait sentimen dan hal ingin didengarkan oleh publik,” tambahnya.
Sementara itu, Kriminolog Leopold Sudaryono menuturkan, bahwa tak dimungkiri masyarakat Indonesia masih menyenangi punitive sentiment. Hal itu sebab sistem keadilan tidak berjalan baik.
“Kita gemar sekali untuk menghukum,” tambahnya. (Juan)