Jakarta-RUU Narkotika menjadi UU adalah harapan Menkumham Yasonna Laoly. Pasalnya, supaya penghuni mayoritas Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas tak ramai lagi kasus pengguna narkoba.
“Semoga tahun depan RUU Narkotika yang masuk dalam program legislasi nasional menjadi UU. Agar di Lapas tak lagi dipenuhi pengguna narkoba,” tulis Menteri Yasonna Laoly dalam akun facebook miliknya, Jumat (17/12/2021).
“Saya berpendapat sebanyak apa pun bangunan lapas didirikan tidak akan menyelesaikan masalah. Akar persoalan yang terutama adalah banyaknya warga binaan kasus narkoba dan mayoritas adalah pengguna,” tambahnya lagi.
[table id=18 /]
Menteri kelahiran Sorkam, Tapanuli Tengah itu meneruskan, bahwa pengguna narkoba sebaiknya menjalankan rehabilitasi dibandingkan berada di Lapas. Sedangkan bandar narkoba harus menjalankan hukuman seberat-beratnya.
“Kalau memakai paradigma kesehatan. Bandar? Ini yang harus mendapat hukum maksimal bahkan miskinkan. Harta bandar narkoba harus negara sita,” jelasnya.
Kemenkumham Membangun Tiga Lapas Baru di Nusakambangan
Sebelumnya, Menkumham Yasonna memantau pembangunan Lapas baru di Pulau Nusakambangan, pada Selasa 14 Desember kemarin.
Kemenkumham membangun sebanyak tiga Lapas baru. Lapas Maksimum Sekuriti Ngaseman, Lapas Maksimum Sekuriti Glandakan, dan Lapas Minimum Sekuriti Nirbaya. Upaya mengatasi permasalahan over kapasitas oleh Lapas dan Rutan se-Indonesia.
“Karena mayoritas 50% lebih kasus narkoba, maka penyelesaian tentang narapidana narkoba ini harus kita pikirkan,” ujar Menkumham Yasonna Laoly.
Lebih lanjut, permasalahan over kapasitas tidak hanya dengan membangun lapas baru oleh negara. Upaya lainnya adalah melalu revisi Undang-Undang narkotika.
“Kita juga membuat rencana-rencana redistribusi, pembinaan kemandirian, dan juga akar masalahnya kami akan merevisi Undang-Undang narkotika,” paparnya.
RUU Narkotika menjadi UU, salah satu upaya menyelesaikan masalah di hulu tentang narkotika. Sebab, biar para pemakai narkoba menjalankan rehabilitasi.
“Makanya saya mengatakan kalau kita berkejar-kejaran membangun Lapas dengan jumlah kejahatan yang ada, keuangan negara tidak akan mampu. Anggaran 131 miliar, belum untuk peralatan-peralatan seperti kasur, pembinaan dan lain-lain. Jadi memang mahal sekali,” jelasnya.
Selain itu, akar masalah terkait pemidanaan adalah melalui pendekatan restorative justice.
“Maka saya pikir program pembinaan yang harus kita lakukan. Pendekatan dan paradigma untuk melihat analisis penyebab-penyebab kejahatan dan pidana,” ungkap Yasonna Laoly. (Rio)