Jakarta-Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki peran penting dalam terwujudnya cita-cita net zero ASEAN karena merupakan negara dengan ekonomi terbesar di ASEAN. Hal tersebut Menkeu sampaikan ketika menyampaikan keynote speech dalam acara Southeast Asia Development Symposium (SEADS) 2023 dengan tema “Imaging a Net Zero ASEAN”, di Bali International Convention Centre, Nusa Dua, Bali pada Kamis (30/03/2023).
“Saya kira ASEAN tidak bisa mencapai net zero tanpa partisipasi Indonesia karena kita adalah negara dengan ekonomi terbesar di ASEAN. Jadi, peran Indonesia dalam “Imaging a Net Zero ASEAN” ini sungguh relevan dan penting,” kata Sri Mulyani seperti dilansir kemenkeu.go.id.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan sejumlah langkah untuk mencapai net zero pada tahun 2060. Salah satunya melalui Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia yang telah ditingkatkan. Komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi CO2 meningkat dari sebelumnya 29 persen menjadi 31,89 persen dengan upaya sendiri dan 43,2 persen dari sebelumnya 41 persen dengan dukungan internasional.
Untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih awal, tidak mungkin tanpa mengatasi masalah pembangkit listrik tenaga batubara. Negara-negara ASEAN juga sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk ekonomi serta pembangunan industri..
Sri Mulyani juga menekankan pentingnya pembiayaan. Total pembiayaan iklim yang dibutuhkan untuk mencapai NDC adalah Rp4,002 triliun atau USD281 miliar hingga tahun 2030 yang terpenuhi dengan investasi publik dan swasta.
“Sangat penting bagi kita semua untuk dapat merancang kerangka kebijakan dan kerangka peraturan serta iklim investasi yang tepat, sehingga kita dapat menarik lebih banyak partisipasi swasta, baik di dalam negeri maupun di dunia. Kami juga mengundang banyak filantropi untuk turut berpartisipasi dalam komitmen penting semacam ini,” katanya.
Sejauh ini, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sejumlah insentif fiskal serta inovasi pembiayaan untuk menjembatani kesenjangan dan menciptakan dana katalis untuk investasi dalam proyek hijau dan mengembangkan industri hijau. Insentif tersebut antara lain penggunaan tax holiday, tax allowance, fasilitas PPN, bea masuk, hingga pajak properti. Selain itu, Indonesia juga telah menerbitkan Green Sukuk dan SDG bond baik di tingkat global maupun domestik, serta mengeluarkan kerangka peraturan dan undang-undang tentang penetapan harga karbon dan memperkenalkan pajak karbon. (Ina)