BEBERAPA waktu lalu, Wakil Presiden Indonesia KH Ma’ruf Amin secara resmi meluncurkan Masterplan Industri Halal Indonesia (MPIHI) tahun 2023-2029 bertemakan “Industri Halal untuk Ekonomi Berkelanjutan”.
Adapun 4 strategi utama yang menjadi fokus dalam pelaksanaan MPIHI 2023–2029 antara lain peningkatan produktivitas dan daya saing, penerapan serta penguatan kebijakan dan regulasi, peningkatan keuangan dan infrastruktur, hingga penguatan halal brand and awareness.
Momen peluncuran tersebut tentu saja merupakan penanda bagi berbagai pihak terkait, untuk mulai saling bekerja sama dan berpartisipasi dalam mencapai visi Indonesia sebagai pusat industri halal nomor satu di dunia, terlebih pada pasar produk maupun layanan jasa halal. Sebab sektor industri halal berpeluang besar dalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan di masa mendatang.
Saat ini, Indonesia sendiri terbilang berhasil sebagai negara dengan nilai total pasar industri besar. Mengutip laporan World Halal Summit 2022, pada 2021 total nilai pasar industri halal Indonesia mencapai angka Rp220 triliun (sekitar 15 miliar dolar AS) atau 9% dari keseluruhan produk domestik bruto Indonesia.
Meski terbilang progresif, angka tersebut masih jauh dari kata ‘cukup’ untuk membawa Indonesia sebagai negara produsen halal terkemuka di dunia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu lebih serius dalam mengembangkan sektor industri halal nasional, demi memperkuat posisi perekonomian nasional di mata global di kemudian hari.
Dinamika Masyarakat Terkini dan Peluang Perkembangan Industri Halal Nasional Masa Mendatang
Berkaca pada dinamika kependudukan dan perilaku masyarakat dewasa ini. Tentu saja Indonesia berkesempatan besar, dalam meraih predikat sekaligus menguasai pangsa pasar industri halal global pada kurun waktu 5-10 tahun ke depan.
Mengingat Indonesia merupakan negara berpopulasi muslim terbesar dunia (225 juta penduduk). Selain itu, Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah pengguna media sosial terbanyak secara global (167 juta orang) sejauh ini.
Kedua realitas tersebut berpeluang menyukseskan visi dan misi pemerintah dalam menjadikan Indonesia sebagai negara produsen halal terkemuka dunia di kemudian hari.
Sebab dinamika-dinamika di atas dapat menjadi acuan implementasi konkret penguatan halal brand and awareness di tengah masyarakat terutama generasi muda. Di mana sesuai dengan satu dari keempat fokus utama Masterplan Industri Halal Indonesia tahun 2023-2029.
Penguatan literasi halal lifestyle dengan memanfaatkan kehadiran media sosial mampu menjadi salah kunci utama dalam meningkatkan pemahaman, kesadaran, hingga ketertarikan masyarakat secara luas dalam menerapkan gaya hidup halal pada kehidupan sehari-hari mereka.
Seperti diketahui, media sosial adalah salah satu aspek yang tidak terlepas dari kehidupan mayoritas masyarakat terutama generasi muda saat ini. Bahkan, media sosial dewasa ini diibaratkan sebagai suatu kebutuhan yang wajib dimiliki oleh setiap orang.
Selain berfungsi sebagai platform komunikasi dan hiburan, media sosial juga telah menjadi wadah bagi sesama penggunanya untuk saling mengedukasi satu sama lain melalui konten-konten kreatif yang bertebaran tiada henti setiap harinya.
Mengacu pada laporan We Are Social, masyarakat Indonesia menghabiskan waktu di media sosial selama 3 jam 18 menit setiap hari. Angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan pengguna media sosial teraktif tertinggi kesepuluh di dunia.
Pemerintah tentu saja dapat memanfaatkan dinamika di atas dalam menanamkan preferensi sosial dan halal lifestyle lewat promosi kepada masyarakat terutama generasi muda. Melalui berbagai konten promosi yang bersifat edukatif dan informatif pada sejumlah platform media sosial favorit di Indonesia.
Berpacu pada arus dinamika yang telah dan sedang terjadi kini. Berbagai tren yang berasal dari sektor musik, makanan, fesyen hingga pariwisata seakan sudah menjadi ‘kiblat’ bagi para pengguna media sosial tanah air.
Melalui pendekatan kreatif, masif, dan berkelanjutan tentu saja mampu membangun ketertarikan hingga pada akhirnya menciptakan kebiasaan ataupun tren gaya hidup halal di antara masyarakat secara luas maupun generasi muda.
Maka dari itu, pendekatan melalui media sosial merupakan salah satu upaya strategis dan potensial dalam meningkatkan tingkat keberhasilan literasi halal lifestyle di tengah masyarakat terutama generasi muda ke depannya.
Ragam Upaya Potensial dan Tantangan Pengembangan Literasi Halal Masyarakat Indonesia
Tingkat variasi konten dan jumlah pengguna yang tinggi di media sosial, seakan sudah memberikan ‘angin segar’ bagi pemerintah untuk dapat melancarkan upaya strategis tersebut sedini mungkin. Guna mencapai kesuksesan dalam meningkatkan literasi halal lifestyle, pemerintah dan lembaga-lembaga terkait tentunya perlu lebih aktif bergerak di media sosial.
Nani Almuin (Anggota Badan Wakaf Indonesia) sekaligus akademisi yang berkonsentrasi pada ilmu Ekonomi Syariah berpandangan, bahwa penyebaran konten-konten edukatif nan kreatif dalam berbagai bentuk seperti infografis, video singkat, podcast, meme, webinar, artikel, dan lain sebagainya dapat menjadi pilihan untuk menyebarkan pemahaman kepada masyarakat terlebih generasi muda tentang halal lifestyle. Misalnya seperti promosi terkait perilisan produk halal terbaru hingga pengumuman mengenai kegiatan pelatihan atau sertifikasi halal bagi pelaku usaha.
“Kita perlu menyampaikan apa yang ingin kita sampaikan itu harus melalui anak muda saat ini. Karena anak muda yang lebih peka terhadap teknologi,” ucapnya dalam sesi wawancara bersama reporter IntegritasNews.com.
Menurutnya, penyebaran informasi terkait produk halal mulai dari teknis maupun non-teknis akan jauh lebih mencapai target. Apabila pemerintah cenderung lebih menargetkan anak-anak muda (Millennial dan Gen Z) sebagai audiens primer (utama), dibandingkan masyarakat yang berasal dari kalangan Gen X.
Walaupun begitu, ia tidak menutup mata bahwa pengimplementasian strategi tersebut tentu saja memiliki suatu tantangan di baliknya. Nani menyebut, masih tingginya minat mayoritas masyarakat Indonesia terhadap produk ataupun layanan konvensional menjadi tantangan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.
Meskipun begitu, hal tersebut mampu teratasi melalui partisipasi dan kontribusi bersama dari pemerintah, lembaga-lembaga pendukung terkait hingga masyarakat itu sendiri.
Ia juga menambahkan, selain melalui konten-konten edukatif dan informatif. Pemerintah juga perlu menciptakan konten yang bersifat persuasif, tentunya dengan menyesuaikan terhadap segmentasi pengguna (masyarakat) pada setiap platform media sosial yang ada di Indonesia.
“Berkaca pada realitas saat ini, masyarakat kita masih lebih banyak menggunakan produk-produk konvensional walaupun mayoritas dari rakyat kita adalah muslim. Tapi kita optimis dengan konsep produk halal ke depannya,” pungkas Nani. (Faj)