LAHIR dan tumbuh dari keluarga sederhana serta pekerja keras, menjadi modal dasar bagi Rafi Rizaldi dalam memupuk karier hidupnya.
Pria kelahiran Bengkulu, 24 Mei 1997 ini mulanya menaruh minat terhadap dunia kedinasan, atas berbagai pengalaman yang ia dapatkan dari para seniornya.
“Ketertarikan itu berawal dari keikutsertaan saya di Paskibraka. melihat senior-senior yang berbagi pengalaman mereka selama melanjutkan pendidikan di sekolah kedinasan. Sehingga memupuk semangat dan motivasi saya untuk mencari tahu apa itu sekolah kedinasan, apa saja yang dibutuhkan untuk menjadi bagian dari mereka,” ucap Rafi.
Rafi juga menuturkan bahwa keinginan untuk membanggakan kedua orang tuanya, adalah alasan utama lain yang membuat dirinya semakin mantap mengenyam pendidikan maupun karier di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Rafi sendiri merupakan putra dari keluarga yang sederhana dan pekerja keras.
“Saya tumbuh di lingkungan keluarga pekerja keras, ayah saya kerja sebagai montir mobil dan ibu saya berjualan di pasar,” tuturnya.

Keinginannya yang sangat besar, sekali lagi menjadi asa utama bagi Rafi untuk selalu memberikan semaksimal mungkin, baik saat masa pendaftaran maupun pendidikan di Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) saat itu.
“Atas dasar ini juga saya berjuang dengan semaksimal mungkin untuk melanjutkan pendidikan di Poltekip. Saat dinyatakan lulus menjadi taruna Poltekip, saya membuat target dan tujuan baru yaitu menjadi lulusan terbaik sehingga orang tua saya bisa duduk paling depan melihat saya diwisuda oleh Menteri Hukum dan HAM RI,” sambungnya.
Selama masa pergulatan prosesnya berjalan, Rafi tentu saja tidak terlepas dari suka maupun duka yang ia temui mulai dari persiapan akademik serta fisik, kehilangan rekan seperjuangan saat proses tes seleksi, hingga menjalani pendidikan di tengah situasi pandemi Covid-19.
“Persiapan yang saya lakukan dari ujung kepala hingga ujung kaki guna mendapatkan hasil yang maksimal saat tes. Selama tes berlangsung saya menginap di satu kos bersama rekan-rekan asal Bengkulu, namun dalam perjalanannya dari 8 orang 5 dari kami tidak bisa menjalankan pendidikan Poltekip dan 3 orang lainnya mengenyam pendidikan,” terang pria yang hobi bersepeda dan berolahraga ini.
Dirinya pun sempat melakukan perjalanan berulang dari Bengkulu – Jakarta ataupun sebaliknya, demi bisa menjalani tes dan pendidikan kedinasan Poltekip. Mengingat saat itu dirinya masih berstatus sebagai mahasiswa di Universitas Bengkulu Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik. Bahkan saat itu ia sempat menyewa kos, di mana tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Menurut Rafi, tantangan terbesar bagi dirinya selama menjalani pendidikan di Poltekip ialah saat pandemi Covid-19 berlangsung.
Ia menyebut bahwa selama masa pandemi Covid-19, kegiatan perkuliahan Poltekip mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal tersebut lah yang mendorong Rafi serta rekan-rekan pendidikannya untuk bisa berbaur dengan metode pendidikan baru.
“Saat menjalani pendidikan tantangan terbesar yaitu pandemi Covid-19, yang membuat kurang lebih hampir 2 tahun saya dan teman-teman saya harus menjalani pendidikan jarak jauh,” jelasnya.
Akan tetapi, setiap tantangan tersebut berhasil Rafi hadapi secara maksimal. Atas dasar kerja keras dan keinginan besarnya untuk bisa berkarier di lingkungan Kemenkumham, sekaligus mengukir senyum serta rasa bangga di wajah dan hati kedua orang tuanya.
Bangga Nama Kedua Orang Tuanya Disebut di Hadapan Menkumham
Tiba saatnya seluruh perjuangan dibayar habis oleh hasil manis yang suskes Rafi ukir. Lelah dan sedih berhasil Rafi lukis kembali menjadi rasa bangga dengan penuh syukur.
Kebanggaan tentunya menjadi rasa yang acap kali ia rasakan kala itu. Kedua tangan yang menjadi saksi atas perjuangannya selama bertahun-tahun, akhirnya berhasil berjabat tangan secara langsung dengan Menkumham. Apalagi saat nama kedua orang tua yang begitu ia cintai disebut dihadapan Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna H. Laoly beserta tamu undangan lainnya.
“Sangat bangga, terutama menghadirkan orang tua saya pada saat wisuda itu sesuatu yang sangat luar biasa,” ungkap Rafi.
Rafi pun berhasil melanjutkan karier pasca kelulusan terbaiknya dari Jurusan Manajemen Pemasyarakatan Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) di Tahun 2021. Kini, Rafi tengah menjalankan tugas sebagai Staf Binadik (Bimbingan Narapidana/Anak Didik) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Bengkulu.
Rafi beranggapan bahwa kesungguhan adalah buah menuju kesuksesan. Sebab kesuksesan baginya adalah bentuk kesiapan saat bertemu dengan kesempatan.
“Apabila kita bersungguh untuk mencapai tujuan, berlatih, belajar, dan terus berikhtiar, insyaallah ada jalan untuk mencapai kesuksesan. Karena kesuksesan itu adalah kesiapan bertemu dengan kesempatan,” tutup Rafi. (Sal)