Aceh-Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan program Pelaksanaan Rekomendasi Nonyudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Indonesia. Kegiatan ini digelar di Rumoh Geudong, Kabupaten Pidie, Aceh, Selasa (27/06/2023).
Sebelumnya, pada bulan Januari lalu, pemerintah telah memutuskan untuk menempuh jalur nonyudisial dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat di Indonesia dengan mengedepankan pemulihan hak-hak korban tanpa menegasikan mekanisme yudisial.
“Kita bersyukur, alhamdulillah bisa mulai direalisasikan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM yang berat di 12 peristiwa, yang sekaligus menandai komitmen bersama untuk melakukan upaya-upaya pencegahan agar hal serupa tidak akan pernah terulang kembali di masa-masa yang akan datang,” ujar Jokowi.
Program ini mendapat sambutan baik dari korban dan keluarga korban. Salah satunya diungkapkan oleh Samsul Bahri, yang merupakan korban peristiwa Simpang KKA. “Jadi yang kami harapkan bahwa dalam pemenuhan ini kami mengharapkan pemerintah secepatnya membuat pengadilan-pengadilan HAM, yang yudisial, bukan dengan nonyudisial saja. Harapan kami pemerintah betul-betul memperhatikan korban,” ujar Samsul.
Lebih lanjut Jokowi menjelaskan peluncuran program ini merupakan langkah awal dalam penyelesaian peristiwa pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia. Alasan peluncuran program dilaksanakan di Aceh khususnya di Kabupaten Pidie karena di tempat ini tersimpan kisah dari tiga peristiwa pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia.
Sejauh ini, angkah yudisial tetap bisa dijalankan apabila terdapat bukti yang cukup berat melalui prosedur yang telah ditetapkan. Namun, saat ini Jokowi menekankan untuk melaksanakan langkah nonyudisial guna menyelesaikan peristiwa pelanggaran HAM tersebut.
“Di sini memang ada tiga peristiwa, di Pidie Rumah Geudong, di Simpang KKA, dan di Jambo Keupok. Setelah itu akan terus, ini langkah awal, sekali lagi ini baru langkah awal. Langkah yudisial itu apabila bukti-buktinya kuat, Komnas HAM menyampaikan ke Kejaksaan Agung, kemudian juga ada persetujuan dari DPR, baru itu bisa berjalan. Tetapi kita ingin yang nonyudisial dulu yang bisa bergerak kita langsung selesaikan,” tandasnya. (Ina)