Jakarta-Ada tiga klaster menjadi indikator utama penilaian sebanyak 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Untuk pengalihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kepala Badan Kepegawaian Negara, Bima Haria Wibisana menjelaskan, bahwa pertama aspek pribadi ada 6 poin. Kedua pengaruh baik itu mempengaruhi ataupun dipengaruhi ada 7 poin. Sedangkan ketiga, aspek PUNP yaitu taat akan Pancasila, UU 1945 dan seluruh aturan perundang-undangan di bawahnya, setia kepada NKRI dan juga pemerintahan yang sah ada 9 poin.
“Untuk yang aspek PUNP itu harga mati. Jadi tidak bisa melakukan penyesuaian dari aspek tersebut. Bagi mereka yang aspek PUNP-nya bersih walaupun aspek pribadi dan pengaruhnya terindikasi negatif masih bisa dibina melalui diklat,” jelasnya melansir youtube Badan Kepegawaian Negara (BKN), Selasa 25 Mei kemarin.
Lebih lanjut, sebanyak 75 orang pegawai merujuk indikator utama penilaian. Ada 51 orang mempunyai rapor merah untuk tiga klaster atau aspek indikator utama penilaian. Hal itu, menjadi alasan mengapa 51 orang itu tidak mempunyai kesempatan menjadi ASN.
Sementara itu, sebanyak 24 orang lainnya mempunyai aspek PUNP yang baik. Mereka hanya mempunyai nilai negatif untuk dua aspek lainnya.
Bima Haria Wibisana juga memastikan, bahwa hasil pemetaan nasib 75 pegawai KPK sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo serta putusan MK. Menurutnya, tidak merugikan sebanyak 75 pegawai KPK yang gagal TWK pengalihan menjadi ASN.
“Tidak merugikan pegawai tidak berarti dia harus menjadi ASN. Tidak merugikan pegawai, dia mendapat hak-haknya sebagai pegawai pada waktu diberhentikan,” tuturnya.
Pegawai KPK Punya Kontrak Kerja
Pegawai KPK mempunya kontrak kerja. Menurut Bima, pegawai KPK yang gagal tes TWK masih boleh melakukan tugasnya hingga 1 November 2021. Hal itu, sesuai UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Sehingga, 51 orang tadi masih menjadi pegawai KPK hingga 1 November mendatang.
“Ini juga sudah mengikuti arahan bapak presiden bahwa ini tidak merugikan ASN. Dan di dalam keputusan MK tidak merugikan ASN itu. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.
“Dalam pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN ada dua aturan perundang-undangan yang digunakan. Pertama UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi,” ungkapnya.
“Lalu kedua, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Mereka harus memenuhi UU ASN terdapat poin kode etik dan perilaku,” tambahnya lagi. (Rio)