Bandung-Guna mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat, khususnya bagi penyandang disabilitas rungu wicara, Kemenkumham Jabar mengadakan Diseminasi HAM Pengenalan Bahasa Isyarat bagi petugas pelayanan di lingkungan Kanwil Kemenkumham Jabar.
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memastikan aksesibilitas bagi semua kalangan masyarakat.
Kegiatan ini dilaksanakan sebagai bagian dari program pemerintah untuk menunjukkan kepedulian terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Ini merupakan komitmen Kemenkumham Jabar dalam upaya menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM untuk mewujudkan pelayanan yang berpedoman pada prinsip-prinsip HAM.
Acara ini dibuka secara resmi oleh Plh. Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Perancang Perundang-undangan Ahli Madya Harun Surya, didampingi Kepala Bidang HAM Hasbullah Fudail, serta pejabat struktural bidang HAM. Seluruh petugas pelayanan di lingkungan Kemenkumham Jabar ikut serta dalam pelatihan ini, dengan narasumber Neni Satriani, Ratna Kurniati, dan Nurisma Nuraina dari Sekolah Luar Biasa Negeri (SLB Negeri) Cicendo Bandung. Para peserta dibekali dengan pengetahuan dasar tentang bahasa isyarat Indonesia (Bisindo), termasuk etika berkomunikasi dengan penyandang disabilitas rungu wicara.
Dalam sambutannya, Harun menyampaikan bahwa pelatihan ini selaras dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pelayanan Publik Berbasis HAM. Sesuai dengan Pasal 2, tujuan P2HAM adalah:
1. Mewujudkan pelayanan unit kerja yang berpedoman pada prinsip HAM.
2. Mewujudkan unit kerja yang memberikan pelayanan cepat, tepat, berkualitas, tidak diskriminatif, serta bebas dari pungutan liar, suap, korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Mewujudkan kepastian dan kepuasan penerima layanan serta penguatan akuntabilitas kinerja atas layanan publik yang diberikan.
Pelayanan publik adalah tempat di mana keberhasilan komunikasi sangat penting, karena ini adalah tempat pemenuhan kebutuhan masyarakat atas jasa atau barang. Petugas pelayanan publik, terutama mereka yang berhubungan langsung dengan masyarakat, harus memiliki kecakapan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Semua orang berhak mendapatkan pelayanan yang sama, termasuk penyandang disabilitas seperti tuna rungu dan tuna wicara. Meskipun mereka menggunakan bahasa yang berbeda, dalam aspek pelayanan publik mereka tetap memiliki hak yang sama.
Kemampuan menggunakan bahasa isyarat sangat penting karena tidak semua orang yang membutuhkan pelayanan publik dapat berbicara sebagaimana mestinya. Diperlukan kebijakan agar petugas pelayanan publik memiliki kemampuan bahasa isyarat, terutama mereka yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Hal ini untuk menjamin kesamaan hak bagi penyandang disabilitas tuna rungu dan tuna wicara dalam memperoleh pelayanan. Pentingnya bahasa isyarat diharapkan dapat menjadi renungan bagi penyelenggara pelayanan publik agar dapat memberikan pelayanan yang efektif dan efisien kepada penyandang disabilitas.
Manfaat pelatihan bahasa isyarat bagi petugas pelayanan antara lain:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan publik bagi penyandang disabilitas rungu wicara.
2. Memastikan aksesibilitas layanan publik bagi semua kalangan masyarakat.
3. Membangun komunikasi yang efektif dan inklusif dengan penyandang disabilitas rungu wicara.
4. Mewujudkan pelayanan prima yang ramah disabilitas.
Pelatihan bahasa isyarat ini merupakan langkah nyata pemerintah dalam mewujudkan inklusivitas dan kesetaraan bagi semua masyarakat. Dengan mengikuti pelatihan ini, diharapkan para petugas pelayanan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan bermutu kepada penyandang disabilitas rungu wicara.
Selain pelatihan bahasa isyarat, pemerintah juga perlu menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang ramah disabilitas di lingkungan pemerintahan, seperti jalur khusus, papan informasi yang mudah diakses, dan penerjemah bahasa isyarat. Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan pelayanan publik di Indonesia menjadi semakin inklusif dan ramah disabilitas, sehingga mereka dapat memperoleh akses yang sama dengan masyarakat lainnya.
Diharapkan dengan adanya kegiatan ini, Kantor Wilayah dan seluruh Satuan Kerja di Jawa Barat dapat meraih prestasi dan penghargaan atas keberhasilan dalam pemenuhan HAM yang telah dilaksanakan oleh masing-masing UPT, serta terus berupaya memperbaiki layanan agar berorientasi pada kebutuhan dan penerima layanan serta berpedoman pada prinsip-prinsip HAM.
P2HAM merupakan penyelenggaraan pelayanan publik di bidang hukum dan HAM yang berpedoman pada prinsip HAM, di mana pelayanan publik harus berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan penerima layanan serta pentingnya UPT agar memahami latar belakang P2HAM dengan pelayanan yang transparan, akuntabel, partisipatif, berdaya guna, aksesibel, dan berkeadilan. (Sal)