Ada sebuah prinsip semenjak ribuan tahun lalu telah di ajarkan oleh baginda Rasulullah SAW. Prinsip tersebut menjadi salah satu tonggak kegemilangan beliau sebagai seorang tokoh agama, kepala pemerintahan, sampai dengan kepala rumah tangganya. Prinsip tersebut adalah adil.

Adil menjadi hal yang sangat krusial, terlebih lagi melihat kondisi di sekitar kita, disebabkan abainya terhadap keadilan, akhirnya membuat tidak seimbangnya setiap tatanan yang ada. Adil sendiri secara bahasa adalah tidak berat sebelah, seimbang, tidak memihak, hingga tidak sewenang-wenang, dan zalim. Secara global maknawi, adil juga bisa dikatakan sebagai sebuah kegiatan menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Menariknya pendidikan keadilan ini juga telah dirumuskan dalam rumusan pancasila, yaitu sila ke 5 “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Konsep ini tentu make sense dengan kondisi masyarakat Indonesia yang beragam dengan berbagai macam latar belakang suku dan bahasa. Di mana walaupun berbeda-beda, namun memiliki tempat yang sama dalam hal keadilan, baik keadilan dalam segi kesejahteraan, kesehatan, sosial, hukum, dan hingga kesempatan. 

Maka jangan heran jika setiap kemajuan sebuah organisasi baik itu pemerintahan maupun swasta, lekat sekali dengan ditegakannya keadilan dalam menjalankan sistemnya. Mereka yang berkompeten, dan memiliki kemampuan khusus, tanpa embel-embel harus menyetor ini dan itu atau kedekatan berdasarkan nasab keluarga, akan ditempatkan di tempat yang sudah sepantasnya dan sebagaimana semestinya. 

Tentu tujuan utamanya bukan karena ada apa-apanya, melainkan murni demi kemajuan organisasi yang dijalankannya. Prinsip ini sejatinya mulai digaungkan, oleh institusi pemerintahan dalam wujud merit system, sebagai upaya mempercepat reformasi birokrasi. Merit system sendiri adalah sebuah kebijakan yang mengutamakan promosi, penempatan, hingga perekrutan pegawai berdasarkan pada kemampuan melakukan pekerjaan sesuai dengan ilmu, background pendidikan dan pelatihan ataupun kecakapan yang dimilikinya. Tentu saja ia bukan disandarkan pada koneksi politik, kekeluargaan, atau seberapa besar setoran yang syarat dengan KKN.

Tujuan mulia ini sedikit demi sedikit mulai diterapkan di semua lini instansi, demi terwujudnya pelayanan pada masyarakat yang maksimal. Walaupun memang, semangat ini belum semua pemangku kebijakan atau “oknum” ikhlas untuk melaksanakannya. Karena memang hal ini sesuatu yang berat, bahkan tidak semua rela jika merit system dilaksanakan.  

Mengapa hal ini berat? Ya karena aka nada keuntungan “tambahan” ataupun fasilitas siluman  yang bisa saja menghilang. Ataupun bisa pula ketidakrelaan itu muncul disebabkan karena mereka enggan melihat keluarga ataupun kerabat dekat berada pada posisi disalip oleh seorang pegawai lain, di luar circle para “oknum” ini tadi. Perlu adanya kebesaran hati yang dilandasi dengan hati nurani untuk rela melaksanakannya.

Namun penulis tetap optimis, bahwasanya itu semua bisa dijalankan oleh setiap instansi. Bahkan di Kemenkumham sendiri mulai dijalankan proses-proses merit system ini. Beberapa diantaranya adalah mulai adanya open bidding dalam proses pengangkatan jabatan, dilakukannya assessment menyeluruh sebelum melakukan penunjukan pimpinan. Hingga diskusi ataupun webinar terkait merit system itu sendiri. 

Tentu asas keadilan seperti menempatkan sesuatu pada tempatnya ini penting, ibarat alunan melodi musik akan enak didengar jika setiap nada hadir sesuai pada iramanya. Alam pun akan seimbang jika setiap sumber daya alamnya dikelola dan dipergunakan sesuai pada tempatnya dan tidak berlebihan. Begitu pula sebuah organisasi akan berhasil berjalan dengan baik, jika orang-orang diberikan amanah dan ditempatkan sesuai dengan bidang kemampuan yang dimilikinya.

Jika setiap insan bangsa ini mulai aware kepada keadilan, maka kegemilangan sebuah peradaban bangsa itu bukanlah keniscayaan. Seperti suri tauladan Nabi Muhammad dan para sahabat pengganti estafet pemerintahan yang telah membuktikan, bahwa tanah gersang Mekkah dan Madinah dapat menjadi episentrum kokohnya sebuah peradaban yang sampai saat ini bahkan dampak postifnya dapat dirasakan. Manfaatnya pun menjadi sebuah Rahmatan Lil Alamin sepanjang kehidupan. Pada akhirnya itulah yang menjadi sabab musabab hikmah dari keadilan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Wallahu’alam bishoab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here