Makassar-Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Ditjen PP) bersama Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan (Kanwil Kemenkumham Sulsel) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Acara Perdata di Hotel Claro Makassar, Selasa (15/10/2024).
Acara ini dibuka oleh Sekretaris Ditjen PP, Heni Susila Wardoyo mewakili Plt. Direktur Jenderal PP, Asep Mulyana. Heni menyampaikan bahwa RUU ini disusun untuk menggantikan Hukum Acara Perdata warisan Pemerintah Hindia Belanda.
“RUU Hukum Acara Perdata ini bertujuan memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan bagi semua pihak, melindungi hak asasi manusia, serta menjamin pelaksanaan hak dan kewajiban secara hukum,” ujar Heni.
Ia menambahkan, perkembangan masyarakat yang cepat serta dampak globalisasi menuntut adanya aturan yang mampu menangani sengketa perdata dengan lebih efektif, efisien, dan berpedoman pada prinsip sederhana, mudah, dan biaya ringan.
“Kami berharap FGD ini menghasilkan masukan yang konstruktif untuk perbaikan Hukum Acara Perdata di Indonesia,” lanjut Heni.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sulsel, Taufiqurrakhman, juga mengapresiasi kerjasama Ditjen PP dalam menyelenggarakan diskusi publik ini. Menurutnya, hukum acara perdata saat ini masih mengandung dualisme, khususnya di pengadilan Jawa-Madura, yang sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
“Keberlakuan hukum acara perdata harus menyeluruh di seluruh Indonesia tanpa membedakan wilayah atau golongan,” tegas Taufiqurrakhman.
Taufiqurrakhman juga menekankan pentingnya menyusun RUU yang komprehensif dan sesuai perkembangan hukum serta kebutuhan masyarakat. Ia menyatakan bahwa penyusunan RUU harus sesuai dengan UUD 1945, Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, serta asas-asas pembentukan hukum yang baik, dan melalui proses legal drafting yang tepat.
“Proses penyusunan undang-undang tidak boleh tergesa-gesa dan harus melibatkan partisipasi masyarakat agar produk hukum tersebut menjadi solusi atas permasalahan hukum yang ada,” tambah Taufiqurrakhman.
Sementara itu, Direktur Perancangan Perundang-undangan Ditjen PP, Alexander Palti, dalam laporannya menyampaikan bahwa FGD ini merupakan upaya pemenuhan partisipasi publik yang bermakna, sekaligus menjadi tolok ukur kesempurnaan produk hukum, baik secara formil maupun materiil, agar memenuhi kebutuhan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
“FGD ini sesuai dengan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 dan Pasal 96 UU No. 13/2022 tentang Perubahan Kedua UU No. 12/2011 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” ungkap Palti.
Palti berharap FGD ini menjadi wadah diskusi yang dinamis dan produktif dalam upaya reformasi hukum nasional.
FGD ini diikuti oleh 150 peserta dan menghadirkan narasumber, di antaranya Prof. Dr. Efa Laela Fakhriah, S.H., M.H., Dr. Asep Iwan Iriawan, S.H., M.H., dan Dr. Afdhal Mahatta, S.H., M.H.
Turut hadir dalam kegiatan ini Jajaran Forkopimda se-Sulawesi Selatan, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Hernadi, serta pejabat dan pegawai Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Sulsel. (Sal)