Jakarta-Aliansi 98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM mengajukan permohonan judicial review terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) kepada Mahkamah Konsitusi.
Dalam pengajuan ini, aliansi tersebut mengusulkan tambahan persyaratan bagi calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang dianggap belum tercakup dalam pasal 169 UU Pemilu.
“Dalam rangka melindungi segenap Rakyat Indonesia dari Presiden dan Wakil Presiden yang bertindak secara otoriter, bertangan besi dan anti demokrasi maka diperlukan antisipasi yang seharusnya dituangkan pada persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden,” tulis Aliansi 98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM dalam rilis yang diterima redaksi IntegritasNews.com, Jumat (18/9/2023).
Aliansi tersebut mendorong agar persyaratan calon Presiden dan calon Wakil Presiden meliputi larangan bagi mereka yang memiliki rekam jejak pelanggaran Hak Asasi Manusia berat, terlibat dalam peristiwa penculikan aktivis tahun 1998, pelaku penghilangan orang secara paksa, serta terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan anti demokrasi. Selain itu, mereka juga mengusulkan penentuan batas usia maksimal bagi calon Presiden pada usia 70 tahun.
“Kami melihat UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yaitu pada pasal 169 yang mengatur persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden belum mencakup semua hal tersebut. Seharusnya pasal 169 yang mengatur tentang persyaratan tersebut menjadi benteng awal Negara memberikan perlindungan kepada Rakyat Indonesia dari calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang memiliki rekam jejak pelanggaran Hak Asasi Manusia berat, orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya,” tulisnya lagi.
Selain itu, mengutip Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo di sidang Tahunan MPR yang pada pokoknya menyampaikan “Posisi Presiden itu tidak senyaman yang dipersepsikan. Ada tanggung jawab besar yang harus diemban. Banyak permasalahan rakyat yang harus diselesaikan” hal tersebut dapat dimaknai bahwa Presiden memiliki pekerjaan yang sangat berat.
“Untuk mengerjakan pekerjaan berat tersebut tentu diperlukan kesehatan rohani dan jasmani. Apa yang dimaksudkan Presiden Joko Widodo tersebut tentu berlandaskan pada Konstitusi yaitu Pasal 6 UUD 1945 yang menghendaki Capres dan cawapres mampu secara rohani daa Jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Dengan demikian pertu adanya persyaratan batas usua maksimal calon Presiden dan calon Wakil Presiden sehingga dalam menjalankan kinerjanya tidak terganggu oleh Kesehatan rohani dan jasmani,” ungkapnya lagi.
Mereka juga menyampaikan, jika membandingkan dengan lembaga tinggi Negara lainnya yang mengatur batas usia maksimal, dapat kita rujuk pada:
1. Batas usia maksimal Hakim Mahkamah Konsitusi 70 (tujuh puluh) tahun sebagaimana diatur pada pasal 23 ayat 1 huruf c Uindang-undang No. 7 Tahun 2020 Tentang Mahkamah Konsutusi yang berbunyi: Hakim Konstitusi diberhentikan dengan hormat dengan alasan telah berusia 70 Tahun.
2. Batas usia maksimal Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, Mahkumah Agung dan Hakim Agung 70 (tujuh puluh) tahun sebagaimana diatur pada Pasal 11 ayat b (undang-undang No. 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua Undang-undang No. 14 Tahun 1953 tentang Mahkamah Agung, berbunyi: “diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung, karena b) telah berusia 70 (tujuh puluh) Tahun.
3. Batas usia maksimal Anggota Komisi Yudisial 68 (enam puluh delapan) Tahun sebagaimana diatur pada pasal 26 hurut d Undang-undang No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-undang No 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang berbunyi:
“Berusia paling rendah 45 (empat puluh lima) Tahun dan paling tinggi 68 tenam puluh delapan) Tahun pada proses pemilihan.”
4. Batas usia maksimal Ketua, Wakil Ketua, dan/ atau Anggota BPK 67 (enam puluh tujuh) Tahun sebagaimana diatur pada pasal 18 huruf c Undang-Undang No 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang berbunyi: Ketua, Wakil Ketua dan atau Anggota BPK diberhentikan dengan hormat dari Jabatannya dengan keputusan Presiden atas usul BPK karena, c) telah berusia 67 (enam puluh tujuh) Tahun.
“Untuk itu pada hari ini 18 Agustus 2023, bertempat di Gedung Mahkamah Konstitusi merupakan hari yang bersejarah dalam perjalanan Demokrasi Bangsa Indonesia Kami Para Pemohon yang berprofesi sebagai Pengacara telah memberikan kuasa kepada Aliansi “98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM dalam hal ini mengajukan Permohonan Judicial Review Undang-undang No 7 Tahun 2017 (UU PEMILU) Pasal 169 huruf (d) dan (9) terhadap UUD 1945 yang untuk selanjutnya dinamakan sebagai “Jum’at Glory”,” imbuhnya lagi.
Para Pemohan beserta kuasa hukum yang tergabung di Aliansi “98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM memiliki semangat juang untuk memastikan Negara hadir dan memberikan jaminan:
Pertama, Hak Konstitusional warga negara Indonesia untuk memiliki Presiden dan Wakil Presiden yang tidak memiliki rekam jejak pelanggaran Hak Asasi Manusia berat, tidak terlihat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun Tahun 1998, tidak terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang kontra demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya, harus negara (melalui Mahkamah Konstitusi) tetapkan.
Kedua, memiliki Presiden yang mempunyai kemampuan secara fisik, psikologis dan moral yang stabil (secara Rohani dan Jasmani) sehingga Presiden yang terpilih merupakan sosok pemimpin yang produktif dalam menjalankan kinerjanya. Untuk itu batas usia maksimal calon Presiden pada Pemilu Tahun 2024 harus negara (melalui Mahkamah Konstitusi) tetapkan dengan ketentuan paling tinggi 70 (tujuh puluh) Tahun pada proses pemilihan Presiden. (Sal)