Jakarta-Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly membagikan pengalaman kebijakan Pemerintahan Indonesia menekan penyebaran Covid-19 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun Rumah Tahanan Negara (Rutan), yang digelar oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) atau Kantor PBB urusan Narkoba dan Kejahatan, Rabu (10/3/2021).
Pada pertemuan digelar secara virtual itu, Menkumham Yasonna menyebut di Indonesia tidak lagi menyebut penjara. Tempat orang menjalankan massa pidananya dikarenakan melanggar hukum. Melainkan disebut Lembaga Pemasyarakatan.
“We use the term “correctional institutions” instead of “prison” in Indonesia, ”ungkapnnya kepada para stakheolders bidang hukum dan kehakiman dari beberapa negara. Di antaranya adalah Direktur Eksekutif UNODC, Ghada Waly Menteri Kehakiman dan Pemasyarakatan, Republik Afrika Selatan, Ronald Lamola.
Menkumham mengungkapkan, bahwa ada sebanyak 252.861 narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lapas seluruh Indonesia per Februari 2021. Sedangkan kapasitas menampung narapidana atau WBP dibatasi hanya sebanyak 135.704.
“Jadi saya harus mengatakan bahwa 117.157 WBP yang tersisa tidak ditampung dengan baik. Di beberapa Lapas terutama di kota-kota besar, tingkat hunian berlebih berkisar antara 300% hingga 600%,” ungkapnya.
Tak ayal, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia juga menyebar ke Lapas maupun Rutan. Menkumham menyebut, mereka yang terinfeksi mulai dari, tahanan, narapidana atau WBP, dan petugas Lapas.
“Pada Februari 2021, sebanyak 4.343 narapidana termasuk anak-anak telah terinfeksi, 374 masih menjalani perawatan isolasi dan 3.948 telah pulih. Kemudian sebanyak 21 narapidana meninggal,” sebutnya.
“Sebanyak 1.872 Petugas Pemasyarakatan terjangkit, 380 orang masih menjalani perawatan isolasi dan 1.471 sudah sembuh. Lalu sebanyak 21 petugas tewas,” tambahnya lagi. (Citra)