Jakarta-Rokok menjadi pengeluaran kedua terbesar setelah beras kelompok rumah tangga miskin. Hal itu menjadi salah satu tolok ukur cukai tembakau naik dengan rata-rata kenaikan mencapai 12 persen pada 2022.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan rokok menjadi pengeluaran terbesar setelah beras di kota maupun di desa.
“Persentase pengeluaran rumah tangga miskin di kota untuk beras sebesar 20,03 persen dan rokok mencapai 11,9 persen,” ungkapnya saat jumpa pers daring di kanal youtube, Selasa (14/12/2021).
“Sementara di desa, pengeluaran rumah tangga miskin untuk beras mencapai 24 persen, diikuti rokok sebesar 11,24 persen,” tambahnya lagi.
Tak ayal, rokok adalah pengeluaran terbesar kedua bagi penduduk miskin berada di kota dan desa. Rokok komoditas pengeluaran kedua tertinggi dari sisi pengeluaran rumah tangga setelah beras.
Padahal, konsumsi ayam dan telur menjadi sumber protein mampu meningkatkan produktivitas, daya tahan, hingga kesehatan masyarakat menengah ke bawah. Rokok menjadikan rumah tangga kian miskin.
“Pengeluaran seharusnya untuk meningkatkan ketahanan rumah tangga miskin dikeluarkan untuk rokok yang mencapai 11 persen dari total pengeluaran keluarga miskin,” ungkap Menkeu, Sri Mulyani jelaskan cukai tembakau naik.
Studi PKJS UI Keluarga Perokok
Merujuk studi Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), keluarga perokok memiliki anak stunting 5,5 persen lebih tinggi dibanding bukan perokok. Sekadar informasi, stunting adalah kondisi kurang gizi kronis dengan tubuh pendek pada anak balita (di bawah 5 tahun)
“Peringkat stunting Indonesia masih terburuk kelima di dunia. Juga pendapatan per kapita cenderung turun atau lebih rendah jika tenaga kerjanya stunting,” ucap Menkeu, Sri Mulyani, menjelaskan.
Bahkan, konsumsi rokok telah menyebabkan beban Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) membengkak sebesar Rp 17,9 triliun-Rp 20,7 triliun setahun dari total biaya.
Menkeu mengungkapan, bahwa sebanyak Rp 10,5 triliun-Rp 15,6 triliun biaya perawatan BPJS kesehatan keluarkan.
“Artinya 20-30 persen subsidi Penerima Bantuan Iuran dalam JKN per tahun sebesar Rp 48,8 triliun. Untuk biaya perawatan dampak rokok,” ungkapnya.
“Mayoritas perokok tidak mengurangi konsumsi rokok selama pandemi Covid-19. Pemerintah sendiri menanggung beban hingga Rp 62 triliun. Untuk biaya perawatan pasien di rumah sakit dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional,” tambahnya lagi. (Bram)